Tips mengatasi penipuan “kehabisan ongkos” ini saya tulis sebagai sarana untuk berbagi pengalaman saya menghadapi penipu-penipu model begini. Di beranda twitter saya. Malam ini. terdapat satu pembicaraan mengenai penipuan. Modusnya: kehabisan ongkos.
Kejadian tersebut menurut akun twitter @healingdululah terjadi di sekitar kampus UI. Ia beberapa kali menghadapi scam atau penipun dengan modus “kepepet”. Ada yang minta uang. Untuk naik kereta katanya. Ada juga yang diminta untuk membeli buku.
Nah ini sebenarnya cukup menganggu. Lalu terus berpotensi memakan korban. Penipu dengan modus seperti memanfaatkan rasa iba dan enggak enakan kebanyakan dari kita. Jahat sekali.
Pengalaman saya menghadapi Penipuan Modus Kehabisan Ongkos
Saya juga punya pengalaman seperti ini. Sudah ketiga kalinya. Dua kali di daerah Jabodebabek. Satu kali di Tuban sini.
Kejadian pertama terjadi di Masjid Istiqlal Jakarta. Saya memang sering mampir ke Masjid terbesar di Indonesia ini. Sekedar untuk beristirahat. Biasanya saya ke sana saat sore hari.
Saat selesai salat Asar saya masih duduk di selasar Masjid ini. Tiba-tiba ada orang yang menghampiri saya. Laki-laki paruh baya. Usia sekitar 50 tahun. Saya ingat sekali, ia menggunakan jaket kulit warna hitam.
Pria tersebut mendekati saya dan membuka percakapan. Dia terlihat celingukan seperti orang bingung. Seperti kesulitan untuk membuka percakapan. Awalnya dia tanya saya darimana dan tentu saja : mau kemana. Seperti basa-basi pada umumnya.
Selanjutnya baru dia mengutarakan niat dia secara lirih. “Bang ada uang enggak, saya kehabisan ongkos, saya mau naik kereta.” Katanya.
Saya masih diam. Terus dia melanjutkan lagi. “Orang tua saya meninggal, tapi waktu mau beli tiket kereta malah kecopetan.” Lanjutnya.
Reaksi saya pertama tentu bingung. Dari awal orang ini sudah mencurigakan. Tetapi curiga tanpa bukti dan diungkapkan nanti jatuhnya malah menuduh atau fitnah. Malah jadi runyam. Saya mulai berpikir, bagaimana caranya saya tidak memberi orang ini dan tentu saja tidak menuduhnya juga.
Lalu terbersit di pikiran saya untuk mengajak dia ke Satpam saja.
“Pak, Bapak kecopetan kan? Saya antarkan ke Satpam ya, Pak, nanti Pak Satpamnya akan bantu Bapak untuk lapor polisi.” Ucap saya dengan nada dibuat wajar.
Lalu setelah itu dia pergi begitu saja dengan air wajah yang kesal. Ternyata benar dia penipu.
Kejadian kedua saya di Stasiun Depok Lama. Stasiun belum steril seperti saat ini. Jadi siapapun boleh masuk. Baik yang bertiket maupun tidak. Tiketnya nanti diperiksa di atas gerbong. Dibolongi oleh kondekturnya.
Saya sudah membeli tiket. Lalu saya duduk di kursi peron. Tiba-tiba ada orang dengan usia mungkin 45 tahun. Pakaian biasa saja. Tapi wajahnya terlihat memelas. Lebih tepatnya dibuat memelas.
Pembukaan basa-basinya pun sama dengan kejadian di Masjid Istiqlal. “Bang boleh minta tolong enggak?” Tanyanya.
“Mau minta tolong apa pak?” Jawab saya.
Langsung dia menjawab bahwa ia sedang membutuhkan uang untuk naik kereta. Alasannya sama kecopetan juga dompetnya. Lalu reaksi saya sama dengan sebelumnya. Saya ajak dia ke Satpam.
Setelah itu ya sesuai dugaan. Dia kabur. Tentu saja sambil ngamuk-ngamuk. Hehe.
Terakhir di Tuban. Karena sudah pengalaman dua kali sebelumnya, saya lebih tenang. Apalagi saat itu, posisi saya dekat dengan pos polisi. Langsung saya ajak saja ke kantor polisi.
“Monggo, Pak, kulo kancani dateng kantor polisi.” Kata saya. Eh dia ngamuk, hehe.
Tipsnya
Belajar dari tiga pengalaman saya di atas, saya menyimpulkan bahwa pertama menghadapi penipuan macam ini kita harus tenang. Ketenangan akan memberikan kesempatan otak untuk berpikir lebih jernih.
Kedua sikap skeptis harus dikedepankan. Harus berpikir kritis. Apa benar orang ini, masuk akan enggak sih kasus seperti ini, dan lain-lain.
Lalu terakhir dan paling penting kita harus berpikir bahwa semua orang yang butuh bantuan mesti dibantu sama yang punya otoritas. Otoritas itu siapa? Bisa satpam, bisa polisi, tentara atau pihak lain yang mewakili pemerintah atau memiliki otoritas tertentu di sekitar kamu.
Oiya ketiga kejadian di atas sudah terjadi lama. Sekitar tahun 2010 hingga 2014.